Silek Suntiang Penghulu: Dosa yang Dipikul Pemimpin Masa Kini
Silek Suntiang Penghulu: Dosa yang Dipikul Pemimpin Masa Kini"
Oleh : Armunadi
Di tanah yang kaya akan adat dan falsafah, kita mengenal ungkapan “Silek Suntiang Penghulu”. Sebuah frasa yang seharusnya menjadi pengingat bahwa pemimpin adalah penjaga kehormatan, pembawa kebijaksanaan, dan pemikul tanggung jawab besar. Namun, di era modern ini, barangkali suntiang itu lebih sering dipoles dan dipamerkan daripada benar-benar dipikul.
Mari kita lihat bagaimana para pemimpin kita menjalankan falsafah ini. Apakah mereka benar-benar membina generasi muda melalui olahraga dan seni? Atau apakah mereka lebih sibuk dengan suntiang imajiner mereka sendiri—yang terbuat dari ego, ambisi pribadi, dan kekuasaan yang membutakan?
Jangan khawatir, pemerintah kita mencintai seni. Setidaknya cukup mencintai untuk berpose dengan pakaian adat di acara resmi. Mereka tersenyum di depan kamera, seolah-olah kehadiran mereka sudah cukup untuk membangkitkan semangat generasi muda. Sementara itu, proyek pembangunan taman budaya dibiarkan mangkrak bertahun-tahun, dan lahan berkesenian dianggap tidak produktif secara ekonomi. Bukankah lebih pragmatis untuk menggantinya dengan hotel berbintang?
Ironinya, mereka lupa bahwa investasi sejati adalah pada mental dan karakter generasi muda. Tetapi tentu saja, konsep ini terlalu abstrak bagi mereka yang mengukur keberhasilan dalam angka, bukan dalam dampak jangka panjang.
Kita hidup di zaman di mana suara knalpot motor yang memekakkan telinga menjadi simbol keberanian generasi muda. Mereka berkeliling kota, memamerkan keberadaan mereka dengan cara yang paling mencolok. Tetapi, apakah ini salah mereka? Tidak sepenuhnya. Tanpa wadah untuk menyalurkan energi mereka, apa lagi yang bisa mereka lakukan?
Ketika lapangan olahraga berubah menjadi pusat perbelanjaan, dan sanggar seni menjadi semak berduri, generasi muda hanya punya satu pilihan: menciptakan kegaduhan agar mereka diakui. Mereka tidak butuh gedung megah atau seremoni besar; mereka hanya butuh ruang untuk berekspresi. Tapi, siapa yang peduli? Selama laporan pembangunan terlihat baik di atas kertas, suara knalpot itu hanyalah latar belakang yang bisa diabaikan.
“Generasi muda adalah cerminan masa depan bangsa,” demikian sering kita dengar. Namun, bagaimana jika cermin itu penuh dengan goresan, retakan, bahkan pecahan? Siapa yang harus disalahkan? Generasi itu sendiri, yang tumbuh tanpa arahan? Atau pemimpin yang lebih sibuk mengatur posisi suntiang mereka agar terlihat sempurna di depan kamera?
Dosa terbesar pemimpin masa kini bukanlah hanya korupsi—meskipun itu tetap layak disebut dosa kelas berat. Dosa terbesar mereka adalah kegagalan membina generasi muda, membiarkan mereka tersesat dalam siklus kehancuran, tanpa harapan untuk keluar. Mereka lupa bahwa kehormatan seorang pemimpin tidak diukur dari jumlah proyek besar yang mereka resmikan, tetapi dari dampak moral yang mereka tinggalkan bagi generasi berikutnya.
Sayangnya, banyak pemimpin lebih peduli pada suntiang mereka sendiri—yang berkilauan di depan kamera tetapi kosong di hadapan tanggung jawab. Mereka lupa bahwa suntiang penghulu bukan sekadar simbol, melainkan peringatan: jika Anda tidak menjalankan tugas Anda, beban itu akan menghancurkan Anda.
Barangkali sudah waktunya kita mengganti ungkapan “Silek Suntiang Penghulu” dengan sesuatu yang lebih mencerminkan realitas hari ini. Bagaimana dengan “Silek Suntiang Kosong”? Karena itulah yang terlihat: janji-janji kosong, tanggung jawab yang diabaikan, dan generasi muda yang dibiarkan mencari tempat dalam kekacauan.
Namun, ini bukan hanya kritik untuk pemimpin. Ini juga panggilan bagi masyarakat untuk bertindak. Jika pemimpin kita enggan memikul tanggung jawab, bukankah saatnya kita, sebagai masyarakat, mengambil sebagian beban itu? Mari kita bangkit untuk generasi muda, menciptakan ruang bagi mereka untuk tumbuh, dan memaksa para pemimpin untuk mengingat kembali arti sebenarnya dari suntiang penghulu.
Karena dosa generasi yang tersesat bukanlah hanya dosa mereka. Itu adalah dosa kita bersama.
Komentar
Posting Komentar