Dari Bayang ke PBB: Jejak Perjuangan H. Ilyas Yakoub
Dari Bayang ke PBB: Jejak Perjuangan H. Ilyas Yakoub
Oleh: Armunadi
H. Ilyas Yakoub, ulama, wartawan, dan politikus Islam asal Asam Kumbang, Bayang, Pesisir Selatan, Sumatera Barat, adalah salah satu figur penting dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia. Lahir pada tahun 1903, Ilyas Yakoub tumbuh di lingkungan yang sarat pendidikan agama dan nilai-nilai perjuangan. Kakeknya, Syekh Abdurrahman, adalah tokoh pendidikan Islam di Sumatera Barat, dan lingkungan Bayang dikenal sebagai pusat pengembangan Islam sejak abad ke-17, berkat peran ulama besar seperti Syekh Buyung Mudo dan Syekh Burhanuddin.
Awal Perjalanan Hidup
Sejak kecil, Ilyas Yakoub belajar agama dari sang kakek. Ayahnya, seorang pedagang kain, memberikan dukungan penuh agar ia mengenyam pendidikan formal dan agama. Setelah lulus dari Gouvernements Inlandsche School, ia bekerja di tambang batu bara Ombilin, Sawahlunto, pada 1917–1919. Namun, perlakuan kasar terhadap buruh pribumi oleh pihak Belanda memantik semangat nasionalismenya. Ia keluar dari pekerjaan tersebut dan memilih untuk memperdalam ilmu agama.
Ilyas Yakoub kemudian melanjutkan pendidikannya ke Mekkah dan Mesir. Di Mesir, ia tidak hanya belajar agama, tetapi juga terlibat dalam aktivitas politik bersama organisasi seperti Hizb al-Wathan dan Perkumpulan Mahasiswa Indonesia dan Malaysia (PMIM). Di sana, ia menjadi salah satu pemimpin gerakan politik dan menggunakan media sebagai alat perjuangan. Tulisan-tulisannya yang tajam terhadap kolonialisme Belanda membuatnya dikenal luas sebagai tokoh pergerakan.
Peran dalam Perjuangan Kemerdekaan
Pada tahun 1930, Ilyas Yakoub mendirikan Partai Persatuan Muslimin Indonesia (PERMI) bersama Mukhtar Luthfi. Aktivitas politiknya semakin meresahkan pemerintah kolonial, terutama karena kerja sama PERMI dengan PERTINDO, partai yang didukung oleh Ir. Soekarno. Pemerintah Belanda akhirnya menangkap dan membuangnya ke Digul, Irian Jaya.
Selama di pengasingan, ia dan keluarganya harus bertahan dalam kondisi sulit. Konsumsi pil kina untuk mengatasi malaria berdampak pada kesehatan keturunannya, yang hingga kini mengalami gangguan pendengaran. Namun, masa pembuangan ini tidak memadamkan semangat juangnya. Ilyas Yakoub tetap berkontribusi dalam perjuangan kemerdekaan dari kejauhan.
Kontribusi Pasca Kemerdekaan
Setelah Indonesia merdeka, Ilyas Yakoub diangkat menjadi Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Sumatera Tengah (DPRST) dan koordinator partai politik se-Sumatera Tengah. Meski memiliki pengaruh besar, ia menolak pencalonan sebagai Gubernur Sumatera Tengah, memilih tetap membumi bersama rakyatnya.
Salah satu peran signifikan Ilyas Yakoub adalah keterlibatannya dalam Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI). Saat Belanda mengklaim telah menguasai Indonesia melalui agresi militer, PDRI menjadi bukti bahwa pemerintahan Indonesia masih ada. Melalui jaringan radiogram hingga ke PBB, PDRI berhasil mematahkan propaganda Belanda di mata dunia.
Akhir Hidup dan Warisan
H. Ilyas Yakoub wafat pada 2 Agustus 1958 di Koto Barapak. Ia meninggalkan 11 anak, salah satunya, Anis Sayadi, menulis riwayat hidupnya. Makamnya yang awalnya berada di depan Masjid Besar Desa Kapencong, Bayang, dipindahkan ke area khusus sebagai makam pahlawan nasional. Usulan pemindahan ke Painan, ibu kota Pesisir Selatan, ditolak masyarakat setempat yang ingin menghormati beliau di tanah kelahirannya.
Nama H. Ilyas Yakoub diabadikan dalam berbagai bentuk, termasuk Taman Makam Pahlawan, gedung olahraga, jalan, dan patung di Painan. Selain itu, ia dianugerahi Bintang Mahaputra Adipradana atas jasanya dalam perjuangan kemerdekaan.
Jejak perjuangan H. Ilyas Yakoub dari Padang hingga ke PBB menunjukkan dedikasinya dalam memperjuangkan martabat bangsa. Ia adalah simbol keteguhan, keilmuan, dan keberanian. Namun, ironisnya, namanya kurang dikenal di Sumatera Barat, tanah kelahirannya. Sejarah beliau perlu terus disuarakan, agar generasi muda tidak melupakan jasa besar yang pernah ia torehkan.
Konteks Lokal dan Pengaruh Global
Perjuangan H. Ilyas Yakoub tidak hanya berakar pada semangat pembebasan bangsa dari penjajahan, tetapi juga pada visi membangun kesadaran umat Islam untuk berperan dalam tatanan dunia yang lebih adil. Ia memahami pentingnya mendidik masyarakat lokal untuk memahami hak-hak mereka sebagai manusia merdeka, sekaligus memperjuangkan pengakuan internasional atas eksistensi Indonesia yang baru lahir.
Perannya dalam PDRI menjadi bukti nyata bagaimana ia mengintegrasikan strategi lokal dan diplomasi global. Ketika pemerintah pusat di Yogyakarta lumpuh akibat agresi Belanda, Ilyas Yakoub dan pemimpin PDRI lainnya di Sumatera berhasil mempertahankan legitimasi republik melalui komunikasi dengan dunia internasional. Strategi tersebut mendorong pengakuan kedaulatan Indonesia pada 27 Desember 1949, sebuah tonggak penting dalam sejarah perjuangan diplomatik bangsa.
Penolakan Pemindahan Makam
Makam H. Ilyas Yakoub yang kini berada di Desa Kapencong, Bayang, tetap menjadi simbol perjuangan rakyat lokal. Meskipun pernah diusulkan untuk dipindahkan ke Painan, ibu kota Pesisir Selatan, masyarakat Kapencong menolaknya. Mereka merasa bahwa keberadaan makam di desa ini adalah penghormatan yang pantas terhadap seorang pahlawan yang selalu membumi bersama rakyatnya. Penolakan ini juga mencerminkan kesadaran kolektif masyarakat Bayang terhadap pentingnya mempertahankan warisan lokal sebagai bagian dari identitas mereka.
Sebagai tanggapan, pemerintah daerah akhirnya menetapkan makam tersebut sebagai bagian dari area khusus untuk menghormati H. Ilyas Yakoub sebagai pahlawan nasional. Lokasi makam kini menjadi tempat ziarah yang tak hanya menarik masyarakat lokal, tetapi juga pengunjung dari berbagai daerah yang ingin mengenang jasa beliau.
Pengaruh Jangka Panjang
Warisan H. Ilyas Yakoub tidak hanya berupa makam atau penghargaan, tetapi juga nilai-nilai perjuangan yang ia wariskan kepada generasi penerus. Ia mengajarkan pentingnya keberanian dalam menghadapi penindasan, kecerdasan dalam menyusun strategi, dan kesederhanaan dalam menjalani kehidupan. Nilai-nilai ini tercermin dalam berbagai institusi yang kini menggunakan namanya, mulai dari sekolah, fasilitas olahraga, hingga jalan utama.
Namun, ada pekerjaan rumah besar untuk memastikan bahwa perjuangan dan nilai-nilainya tetap hidup di hati generasi muda. Kurangnya pengenalan terhadap figur seperti H. Ilyas Yakoub di buku sejarah nasional menjadi tantangan tersendiri. Dibutuhkan kolaborasi antara pemerintah, komunitas lokal, dan akademisi untuk memastikan kisah perjuangannya terus diingat dan menjadi inspirasi.
Penutup
H. Ilyas Yakoub adalah pahlawan yang membuktikan bahwa perjuangan tidak selalu membutuhkan senjata, tetapi juga pemikiran, strategi, dan keberanian moral. Dari kampung kecil di Bayang hingga panggung diplomasi internasional, ia meninggalkan jejak yang mendalam dalam sejarah Indonesia. Kehadirannya dalam ingatan kolektif bangsa adalah bukti bahwa perjuangan sejati tidak pernah berakhir, tetapi terus hidup melalui generasi yang menghormati nilai-nilai yang ia perjuangkan
Komentar
Posting Komentar