Tambiluak: Master Ahli dalam Seni Pembusukan dari Dalam"
Tambiluak: Master Ahli dalam Seni Pembusukan dari Dalam"
Oleh : Armunadi 
Ah, siapa yang tak kenal Kamaluddin Tambiluak? Namanya telah abadi, bukan hanya dalam buku sejarah, tetapi juga dalam tradisi lokal Sumatera Barat. Bahkan, serangga kecil yang asyik hidup nyaman di dalam buah jambu pun diberi penghormatan dengan namanya. Ya, Anda tidak salah dengar—Buah Kwini yang terlihat cantik dan segar di luar, tapi di dalamnya penuh ulat yang bekerja keras untuk memastikan buah itu busuk sempurna. Sebuah karya seni alam yang patut diacungi jempol, bukan?
Mari kita kembali ke sejarah. Pada malam yang tenang di Situjuh, ketika para pemimpin Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) berkumpul untuk merencanakan langkah strategis, di situlah bintang kita, Tambiluak, memainkan peran utamanya. Tugasnya? Mengamankan pertemuan penting itu. Tapi, rupanya dia memiliki pandangan lain tentang makna "mengamankan". Untuk apa menjaga sesuatu yang bisa dia bocorkan kepada Belanda,  Lagi pula, untuk apa  repot-repot membela tanah air ketika bisa lebih menarik menjadi "pahlawan" bagi penjajah. Meskipun beberapa sejarawan seperti Audrey Kahin menyebut tidak ada bukti kuat, bukankah "ketiadaan bukti" sering kali justru bukti terbesar dalam drama pengkhianatan? Tambiluak, oh Tambiluak, betapa lihainya engkau memainkan peran ini!
Tak hanya dalam sejarah, ternyata filosofi Tambiluak juga mewabah ke dunia buah-buahan. Pernahkah Anda memetik buah jambu di pekarangan, tampak menggoda, sempurna, seolah-olah Tuhan menciptakannya khusus untuk Anda? Tapi ketika dibelah—kejutan!—ada ulat-ulat kecil yang dengan santainya bergoyang di dalamnya, menikmati hidup. Mereka lahir, makan, dan tumbuh besar di sana. Luar biasa sekali, mereka sudah seperti penghuni tetap yang bahkan mungkin memiliki alamat resmi di dalam jambu itu. Sama seperti Tambiluak, mereka makan dari tempat yang sama yang mereka rusak. Sebuah simbiosis yang patut kita pelajari: nikmatilah keuntungannya, lalu hancurkan dari dalam. Filosofi hidup yang efektif, bukan?
Bayangkan jika para ulat ini bisa berbicara. “Hei, kenapa repot-repot merusak dari luar kalau bisa tinggal nyaman di dalam sambil menggerogoti dari dalam?” Sungguh bijaksana! Inilah yang disebut sebagai seni hidup. Mereka tak perlu khawatir tentang penampilan luar, karena siapa yang peduli dengan apa yang ada di dalam selama luarannya terlihat cantik, bukan? Lagi pula, siapa yang akan repot-repot membelah buah hanya untuk mengecek isi dalamnya?
Tambiluak, baik sebagai individu atau sebagai ulat dalam buah, mengajarkan kita satu pelajaran penting: tak perlu menjadi pahlawan yang menjaga keutuhan sesuatu jika Anda bisa mendapatkan keuntungan pribadi dengan merusaknya dari dalam. Bukankah dunia ini memang tentang bertahan hidup dengan cara apa pun, termasuk memakan tempat yang Anda tinggali, hingga akhirnya tempat itu hancur? Toh, setelah hancur, Anda bisa pindah ke buah atau tempat lain, bukan?
Jadi, ketika Anda menemukan buah yang tampak sempurna namun ternyata busuk di dalam, ingatlah bahwa di dalamnya ada Tambiluak kecil yang dengan setia melanjutkan filosofi besar: hidup, makan, dan membusukkan. Sama seperti mereka yang dalam organisasi, kelompok, atau bahkan negara, terlihat berbakti di luar, tapi di dalam, mereka bekerja keras memastikan kehancuran. Dan ketika akhirnya semuanya hancur, mereka akan berkata, "Ah, lihatlah, saya hanya bagian kecil dari proses alami."
Jadi, mari kita hormati Tambiluak, sosok yang mengingatkan kita bahwa penampilan bisa menipu, dan terkadang, kehancuran terbesar datang dari dalam. Tanpa mereka, hidup mungkin akan terlalu sederhana dan membosankan. Lagi pula, apa yang lebih menarik daripada melihat sesuatu yang tampak sempurna, ternyata busuk di dalamnya?
Komentar
Posting Komentar