"Melihat Masa Lalu, Menumbuhkan Masa Depan: 'Asok dari Tungku' dalam Festival Indonesia Bertutur"
Ladang Tari Nan Jombang Dance Company di Sumatera Barat menjadi saksi persiapan penuh dedikasi untuk acara  Festival Indonesia Bertutur 2024 di Nusa Dua, Bali. Di bawah bimbingan koreografer Ery Mefri, mereka menghidupkan kembali keajaiban tradisi Minangkabau melalui karya terbaru mereka, 'Asok dari Tungku'.
Festival Indonesia Bertutur adalah ajang besar yang diselenggarakan oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), dengan tema "Subak: Harmoni dengan Pencipta, Alam, dan Sesama". Festival ini akan berlangsung pada 7-18 Agustus 2024 di tiga lokasi di Bali: Batubulan, Ubud, dan Nusa Dua. Bertujuan untuk menggali pengetahuan warisan budaya Indonesia sejak masa prasejarah hingga abad ke- 15, festival ini menyuguhkan delapan program utama yang mencakup seni tutur, eksibisi expanded media, seni pertunjukan, seni gerak dan tari, sastra, video mapping,in pertunjukan hiburan serta musik.
Menghidupkan Tradisi Melalui Kesenian
Di Minangkabau, kesenian lahir dari tradisi pertanian yang selaras dengan karakter alam. Bertani bukan hanya sumber penghidupan tetapi juga pengetahuan yang mengatur tata laku masyarakat untuk kehidupan yang berkelanjutan. Perubahan pada alam dan tata cara bertani mempengaruhi proses berkesenian dan kesejahteraan manusia dalam ekosistemnya.
Ery Mefri, dengan kecemasan akan pudarnya pengetahuan tradisi dan pandangan kritis terhadap situasi sosial di Minangkabau, mengembangkan karya 'Asok dari Tungku'. 'Asok' berarti asap, yang dalam konteks ini, asap dari tungku tradisional. Tungku, yang terdiri dari susunan batu membentuk segitiga, berfungsi untuk menyalakan api dengan kayu bakar. Asap yang dihasilkan bukanlah poin utama, tetapi api yang digunakan untuk memasak, yang dalam makna lebih luas, adalah tempat mempersilangkan pikiran. Gesekan antara kayu menghasilkan api, dan asap adalah penanda kehidupan yang terus berjalan.
Tigo Tungku Sajarangan: Pilar Kehidupan Minangkabau
Masyarakat Minangkabau memegang teguh tiga pilar nilai yang disebut "Tigo Tungku Sajarangan": relasi manusia dengan manusia (ninik mamak), manusia dengan alam (Cadiak Pandai), dan manusia dengan Pencipta (Alim Ulama). Seperti kayu dalam perapian, gesekan di antara ketiganya menghasilkan nyala api yang memproses kehidupan, bukan pertentangan yang menghancurkan. Asap yang mengepul adalah tanda kehidupan yang sedang dimasak.
Nan Jombang Dance Company: Kesenian dalam Gerak dan Suara
Dalam karya-karyanya bersama Nan Jombang Dance Company, Ery Mefri menggunakan kosa gerak tradisi Minangkabau untuk menghasilkan koreografi bercerita. Dengan silek, Ery bicara tentang ketegangan antara tradisi dan percepatan modernitas. Melalui dendang dari berbagai daerah seperti Dumpiang Pariaman dan Lambok Malam Saluang Pauh, nilai-nilai kehidupan manusia dituturkan. Tabuhan yang menjadi kekhasan Nan Jombang adalah tanda dan penanda relasi tubuh para penari dengan peristiwa yang mereka alami.
Refleksi dari Pertunjukan 'Asok dari Tungku'
Pada awal pertunjukan, terlihat seorang wanita di antara tiga buah gendang yang disusun seperti susunan tungku menampilkan gerakan-gerakan indah mengesankan asap yang timbul dari tingkah gendang yang dipukul. Tiga orang yang memainkan gendang memberi kesan "Tigo Tungku Sajarangan". Suasana begitu dinamis dengan kibaran properti berupa kain putih yang berkibar bersama liukan tubuh penari wanita. Saya menangkap inilah asapnya sebagai pertanda kehidupan sedang dimasak. Namun, setelah itu, dua dari tiga orang di susunan gendang tadi ditinggalkan. Sang penari wanita melanjutkan tarian bersama satu orang dari tiga orang tersebut, menandakan dua pilar kehidupan sudah ditinggalkan.
Tak berapa lama, beberapa penari lain muncul dengan gendangnya masing- masing, menampilkan pukulan gendang dengan gerakan atraktif. Namun, akhirnya terlihat anomali gerak di sini. Gendang yang biasanya hanya ditabuh, kini dilempar-lempar dan ditabuh keras oleh para penari. Ini mungkin dimaksudkan untuk memberi kesan kekacauan oleh koreografer. Atraktif, namun pola panggung menunjukkan kehidupan yang kacau. Akhirnya, adegan saling melempar gendang ini menyebabkan keruntuhan rumah gadang.
Tiada lagi asap yang terlihat sebagai penanda kehidupan sedang dimatangkan dengan tiga pilar tungku ini. Bundo tidak lagi menyalakan tungku. Dia sudah mi'raj ke langit . Dari ketinggian menatap para yatim yang kehilangan induk, berlarian tak tentu arah mencari jati diri yang hilang.  
Sebuah Penutup yang Menggugah
Menurut koreografer, pertunjukan ini akan diakhiri dengan penampakan rumah gadang yang hancur, yang direncanakan menggunakan proyektor video. Visual ini menambah dimensi mendalam terhadap karya tersebut, mengingatkan kita akan ancaman yang mengintai harmoni tradisi dan alam. Seperti asap yang memudar, api yang meredup, dan kayu yang mengendur, ancaman terhadap keterkaitan manusia dengan tradisi dan alamnya hadir di setiap jarak yang kita ambil hari ini.
Tantangan dan Harapan
Pertunjukan berdurasi 70 menit ini rencananya akan tampil di Nusa Dua, Bali, pada 14 Agustus 2024. Permintaan untuk tampil di Indonesia Bertutur datang dari panitia pada Agustus 2023, waktu yang dirasa pendek oleh Ery Mefri untuk mempersiapkan sebuah karya. Namun, permintaan ini disanggupi dan proses latihan dimulai pada September 2023. Mudah-mudahan, dengan sisa waktu latihan yang semakin pendek, karya ini dapat disempurnakan.◾Armunadi
#NanJombangDanceCimpany
#IndonesiaKaya
Komentar
Posting Komentar