Cahaya Hati dan Logika: Menapaki Jalan Kebenaran


Di tengah gemerlap malam yang sunyi, terdengarlah desiran angin yang lembut menyapu perbukitan di sekitar desa. Cahaya remang-remang dari bulan purnama menerangi langit, menambah kesan magis pada suasana. Di ruang kecil yang dipenuhi dengan aroma rempah-rempah, seorang tua duduk di depan perapian kayu yang memancarkan hangatnya api.

Dengan tatapan lembut dan bijaksana, dia mulai bercerita kepada cucunya yang duduk di pangkuannya. Suara lembutnya melambangkan kearifan dan kedalaman pengalaman yang telah dimilikinya. "Raso dibao naiak, pareso dibao turun, Nan bana badiri sandirinya," ucapnya dengan suara yang tenang namun penuh makna.

Cucunya, dengan mata yang penuh cahaya, menatap ke arah kakeknya dengan penuh kekaguman. Dia merasa seperti dihipnotis oleh kata-kata yang keluar dari bibir sang kakek. Dalam cerita yang diiringi gemerlap nyala api, sang kakek menjelaskan bahwa hati dan akal adalah dua panduan yang penting dalam menjalani hidup.

"Hati kita, nak, adalah pusat dari intuisi dan kebijaksanaan. Ia membimbing kita dalam memahami esensi kehidupan, memberi petunjuk dalam memilih jalan yang benar," kata kakek dengan penuh kasih. "Sementara itu, akal kita adalah alat untuk menganalisis dan memahami dunia secara rasional. Ia memberi kita kemampuan untuk merenungkan segala sesuatu dengan jernih dan bijaksana."

Namun, sang kakek menegaskan bahwa kebenaran sejati akan muncul ketika hati dan akal berpadu dalam keselarasan yang sempurna. "Ketika kita membiarkan hati naik dan akal turun, ketika kita mengizinkan intuisi kita memimpin langkah-langkah kita dan membiarkan logika kita memvalidasi apa yang kita rasakan, maka kebenaran akan muncul dengan sendirinya," kata kakek dengan penuh keyakinan.

Dalam keheningan malam yang semakin mendalam, sang cucu merenungkan kata-kata bijak sang kakek. Dia merasakan betapa pentingnya keselarasan antara hati dan akal dalam menjalani hidup. Dan dalam kehangatan pelukan kakeknya, dia merasakan keberanian dan kebijaksanaan untuk menghadapi segala tantangan yang akan dia temui di masa depan.

Itulah  cerita yang mengalir begitu saja dari bibir sang kakek, membawa pesan kebijaksanaan dan kearifan yang akan terus hidup dalam hati dan pikiran cucunya. Di bawah cahaya rembulan yang memancar, mereka merajut kembali ikatan batin yang tak terpisahkan, melalui cerita-cerita yang penuh makna dan kebijaksanaan dari generasi ke generasi.◾Armunadi

Padang, 18 Februari 2024

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Taman Budaya: Mandat, Tantangan, dan Harapan untuk Masa Depan

Review Puisi Esai “Nasionalisme di Era Algoritma” oleh Denny JA

Nan Jombang: Dari Eksistensi ke Ikon Seni Pertunjukan Dunia