Angguak anggak geleng amuah, unjuak nan indak babarikan
Dalam rimba kehidupan, ada satu bahasa yang tak pernah lekang oleh waktu, bahasa yang tiada henti menggambarkan perjalanan jiwa manusia di tengah kompleksitas interaksi sosialnya. Bahasa itu adalah gerak tubuh, yang terkandung dalam ungkapan "angguk anggak, geleng amuah, unjuak nan indak babarikan".
Angguk anggak, gerakan yang melambangkan persetujuan atau penolakan dengan segala nuansa yang terkandung di dalamnya. Ada yang mengangguk tegas, penuh keyakinan, menyuarakan sepakat yang bulat. Namun, di sisi lain, ada pula yang mengangguk ragu, dengan gerakan yang tidak sepenuhnya tegas, menandakan keraguan atau ketidakpastian dalam memberikan persetujuan atau penolakan.
Geleng amuah, gerakan yang melambangkan pertimbangan atau evaluasi mendalam sebelum mengambil keputusan. Geleng kepala bisa mengartikan penolakan atau ketidaksetujuan, namun di dalamnya tersemat benih-benih keinginan atau kehendak untuk menyetujui atau melanjutkan. Ini adalah gerakan yang memperlihatkan bahwa pikiran kita tengah menelusuri lorong-lorong pemikiran yang kompleks, mencoba memetakan jalur terbaik dalam kehidupan yang penuh warna.
Unjuak nan indak babarikan, tawaran yang diberikan dengan bijaksana, dengan sebagian kendali yang tetap dipegang. Di balik penawaran yang besar dan menggiurkan, terselip sedikit ruang untuk kontrol atau kekuasaan yang tetap dipegang. Ini adalah panggilan untuk tetap waspada, untuk tidak sepenuhnya bergantung pada orang lain atau situasi tertentu, meskipun kita menerima tawaran atau kepercayaan dari mereka.
Dalam setiap gerakan, ada ribuan nuansa yang terkandung, mencerminkan kekayaan jiwa manusia yang tak terbatas. Dalam angguk anggak, geleng amuah, dan unjuak nan indak babarikan, kita menemukan esensi dari kompleksitas dan kebijaksanaan dalam berinteraksi sosial. Ini adalah cerminan dari perjalanan jiwa manusia, yang tak pernah lelah mengeksplorasi labirin-labirin kehidupan, dengan segala rintangan dan keajaibannya.
◾Armunadi
Komentar
Posting Komentar